Senin, 30 April 2012

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)

Sampah di Universitas Indonesia banyak sekali Bung. Saya ingin mencoba mengembang ide ini bersama teman teman di kelas Konversi dan Konservasi Energi(KKE). Hal ini bertujuan dalam mencanangkan renewnable energi, khususnya di lingkungan kampus UI. Kita ingin membangun PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di kawasan kampus. Hal ini di latar belakangi atas banyaknya sampah dibuang tanpa memikirkan potensi lain yang bermanfaat dari sampah tersebut. Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat sederhana sekali yaitu:
  • Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)
  • Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan bantuan boiler
  • Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
  • Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
  • Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah – rumah atau ke pabrik.
Proses Konversi Thermal
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.
Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses pembakaran).
Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi : 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. 

Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun hasil-hasil studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).
PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan bangunan.

Sabtu, 28 April 2012

Green Roof


Green roof adalah lapisan vegetasi yang dibuat pada atap bangunan. Lapisan tumbuhan ini dapat berupa pohon-pohon besar ataupun vegetasi kecil seperti rumput dan sebagainya. Green roof diklasifikasikan berdasarkan kompleksitas atap dan keragaman vegetasinya. Klasifikasi tersebut adalah:
1.      Extensive Green roof
a.       Ukurannya relatif kecil dengan vegetasi yang kecil pula.
b.      Media tumbuh vegetasi relatif tidak terlalu tebal.
c.       Sedikit atau tanpa sistem pengairan.
d.      Keanekaragaman tanaman yang relatif sedikit
e.       Membutuhkan sedikit perawatan setelah dipasang.
f.       Intervensi manusia juga relatif sedikit.

 
Contoh extensive green roof

2.      Intensive Green roof
a.       Ukurannya relatif besar dengan vegetasi yang besar pula.
b.      Media tumbuh vegetasi tebal.
c.       Terdapat sistem pengairan.
d.      Keanekaragaman tanaman relatif banyak.
e.       Kerap kali dapat diakses
f.       Membutuhkan perawatan yang intensif.
g.      Diperlukan intervensi manusia setelah green roof tipe ini dipasang.

 
Contoh intensive green roof

Secara umum, kelebihan dan kekurangan dari kedua tipe green roof tersebut ditunjukan oleh tabel berikut:

Extensive Green roof
Intensive Green roof
Kelebihan:
1.      Ringan
2.      Dapat dipergunakan untuk area yang luas
3.      Dapat diaplikasikan pada atap denga kemiringan 0 - 300
4.      Perawatannya mudah
5.      Tidak membutuhkan sistem pengairan yang khusus
6.      Tidak membutuhkan keahlian khusus
7.      Tumbuhan dapat dibiarkan tumbuh secara alamiah
8.      Lebih mudah dalam perencanaan
Kelebihan:
1.      Tanaman dan habitat lebih beraneka ragam
2.      Properti insulasi termal baik
3.      Dapat menerapkan kehidupan alami bagi tumbuhan
4.      Dapat diakses oleh manusia sebagai tempat rekreasi dan lainnya
5.      Efisiensi energi lebih tinggi
Kekurangan:
1.      Efisiensi energi lebih rendah
2.      Terbatasnya pilihan tanaman
3.      Tidak dapat diakses untuk rekreasi atau kegiatan lain
Kekurangan:
1.      Lebih berat
2.      Membutuhkan sistem pengairan
3.      Investasi dan biaya perawatan besar
4.      Mempunyai sistem yang lebih kompleks